Minggu, 25 April 2021

Perjalanan Pulang ke Indonesia di Masa Pandemi

Kemarin saya pulang ke Indonesia (untuk sementara) pada tanggal 24 April 2021, dari Jepang. Berhubung sekarang pada masa pandemi, banyak yang harus disiapkan dan sedikit berbeda dengan kepulangan di masa normal. Semoga tulisan ini bisa membantu teman-teman yang berencana pulang juga yah.

 

Hal-hal yang ingin saya ceritakan di sini :

  • Pengambilan PCR test
  • Pemesanan tiket
  • Pemilihan tempat karantina
  • eHAC

 

Saya bahas satu-satu ya.

 

  1. Pengambilan PCR test

 

Sertifikat yang menunjukkan bahwa kita negative covid-19 wajib dibawa untuk seluruh orang kedatangan dari luar negeri (baik WNA maupun WNI). Syaratnya adalah hasil test maksimal 72 jam sebelum keberangkatan, harus berbahasa inggris, dan ditandangani dokter.

 

Di Jepang, PCR test dilakukan via saliva. Jadi gak dicolok2 ke idung.

Kalau saya, saya melakukan test di sini https://setolabo.jp/

Biaya test ¥6000, biaya sertifikat ¥5500 (sudah bahasa inggris dan ada nama dokternya), jadi total sekitar ¥11,500.

Prosedurnya, kita reservasi dulu antara jam 10:00-11:45 dari web, kemudian datang ke tempatnya, ambil sampel saliva. Nanti kita disuruh add line account mereka, untuk pengisian data2 tambahan, dan akan ada voice call juga dari dokter. Bila hasil negative akan dicantumkan nomor kita di webnya, dan kalau positive akan ditelepon. Bila hasil negative dan sudah ada voice call dari dokter, hasil bisa diambil hari itu juga antara pukul 17:30-18:00.

Alhamdulillah sertifikat saya ini diterima oleh pihak bandara, walaupun bukan di klinik atau rumah sakit.

 

  1. Tiket pesawat

 

Nah ini, rasanya agak beda dari yang sebelumya. Muahal-muahal rasanya, dan yang direct flight sedikit. Yang via transit, ga tanggung-tanggung ada yang transit 12 jam. Lagi-lagi mungkin karena jumlah flight sedikit kali ya. Harganya mahal, apa karena saya pesannya H-3 dan bukan lagi season yang murah ya wkwk. Tapi saran saya pilih maskapai yang terpercaya bukan abal-abal, karena sewaktu-waktu bisa saja tiket kita dicancel sepihak. Saya memutuskan menggunakan Garuda Indonesia dari bandara Haneda, Jepang. Lebih baik aman pasti berangkat walaupun agak mahal dikit.

 

  1. Pemilihan tempat karantina

 

Setelah sampai Indonesia, kita wajib karantina selama 5 hari. Untuk tempat karantina, kita bisa memilih di wisma atau di hotel.

Untuk wisma, biaya penginapan dan PCR gratis, disediakan makan, satu kamar diisi 2-3 orang, wifi tidak disediakan.

Sementara untuk hotel, kita bisa memilih dari list hotel yang ada https://www.id.emb-japan.go.jp/info21_01_hotellist.pdf?fbclid=IwAR2fuga6mS0wde0sZ4Fqgtx0paQd-jMwACGoaJacPlMIf6uTUEAVzH4-99o

Biaya hotel kisarannya antara 4,2 jt-9,5 jt (menurut teman saya) , sudah termasuk makan, biaya PCR, 1 kamar 1 orang (atau disesuaikan dengan jumlah keluarga), dan ada wifi.

Akhirnya saya memilih hotel karena merasa lebih aman kalau tidak digabung orang lain. Saya baca-baca dari pengalaman orang lain kalau karantina di wisma agak 'bebas', orang-orang tidak pada jaga jarak, makanan diletakkan di satu tempat kemudian ambil masing-masing, dan kabarnya ada yang malah tertular di wisma (wallahua'lam benar atau tidaknya).

 

  1. eHAC

 

Ini adalah electronic-Health Alert Card. Bisa didownload via App store/play store, maupun via web. Kabarnya kalau pengguna iPhone suka gagal kalau via app, jadi kalau dirasa udah ngisi lengkap tapi gagal terus coba isi lewat web. Langkah-langkahnya:

  • Registrasi akun
  • Login
  • Klik akun → klik HAC → halaman 'Daftar eHAC ' klik simbol (+) di kanan atas →pilih eHAC International
  • Isi halaman pertama eHAC yang berisi data-data pribadi dan info kedatangan
  • Isi halaman kedua eHAC, yaitu info mengenai negara yang dikunjungi dalam 14 hari sebelumnya. Klik tombol plus (kalau di app di kanan atas), lalu masukkan negara, tanggal kedatangan di negara tersebut, dan tanggal keberangkatan dari negara tersebut. Kalau kita sudah menetap lama di negara tersebut mgkn diisi saja kapan kedatangan terakhir di negara itu. Ini WAJIB diisi ya teman-teman. Karena saya skip ngisi ini (kata petugasnya ga usah diisi), eh tapi setelah isi sampai halaman terakhir terus klik submit, hasilnya 'failed' terus. Tidak dibilang kenapa failednya. Setelah diisi halaman ini langsung berhasil alhamdulillah. (bagi pengembang app, penting banget untuk mencantumkan error message wkwk)
  • Isi halaman ketiga yang berisi gejala-gejala yang dialami. Saya ceklis yang paling bawah terus isi 'tidak ada'.
  • Isi halaman empat. Ini contreng doang bahwa data yang kita isi adalah data yang benar, terus klik submit.

 

eHAC ini sudah ditanyakan di Jepang apakah sudah mengisi atau belum. Jadi sebaiknya sudah disiapkan sebelum mendarat di Indonesia. Benar-benar dipakai ketika akan PCR test di tempat karantina.

 

---------------

 

Nah selanjutnya saya akan menceritakan proses dari bandara Haneda sampai mendarat ke bandara Soekarno-Hatta.

 

Di bandara Haneda counter Garuda ketika sedang mengantri check in, penumpang dibagikan formulir untuk diisi (lupa formulir apaan wkwk), ya udah isi aja lah ya. Isi data kita dan tanda tangan. Nanti ketika check in, kita diminta negative certificate PCR, jadi ada baiknya dokumen itu kita masukkan ke dalam tas yang gampang untuk dikeluarkan.

 

Setelah itu masuk pesawat pada jamnya. Penempatan penumpang lumayan bagus untuk Garuda, berjarak satu sama lain (atau karena jumlah penumpang relatif sedikit dibanding besar pesawat kali ya wkwk). Dikasih makan siang, snack 2x, dan air minum botol kecil 3x. Berhubung saya puasa, makan siang dibungkuskan sama pramugarinya alhamdulillah. Di pesawat kita dibagikan form bea cukai dan kartu kewaspadaan kesehatan berwarna kuning. Sebaiknya langsung isi di pesawat. Form bea cukai akan diberikan ke petugas setelah di cengkareng, sedangkan untuk kartu kewaspadaan kesehatan tidak diapa-apakan sama sekali wkwk.

 

Setelah itu tibalah kami di bandara terminal 3 Soekarno Hatta. Jalannya puanjaang banget , mana travelator (eskalator datar) gak nyala pula. Jadi disarankan untuk teman-teman agar meminimalkan barang bawaan cabin dan maksimalkan bagasi, karena perjuangan akan panjang.

Setelah itu kami dikumpulkan ke sebuah area yang banyak kursi2, dibagikan form 'hasil pemeriksaan kesehatan', dan mengisi identitas diri. Bagian hasil pemeriksaan dan tanda tangan akan diisi petugas. Form itu kita pegang terus, sambil mengantri duduk. Maju ke kursi di depannya terus duduk lagi.

Kita majuuu terus hingga antri berdiri. Waktu itu saya tidak tahu antrian apa, ternyata itu antrian untuk pemeriksaan kesehatan. Di depan akan ada beberapa loket petugas kesehatan, di situ kita menyerahkan form 'hasil pemeriksaan kesehatan' dan jawab saja pertanyaan2 petugasnya. Nah antrian di sini agak kurang nyaman karena berdiri dan lama. Antriannya juga tidak efektif karena ada 8 loket tapi hanya ada 3 baris antrian. Jadi saran saya kalau ada baris yang lebih pendek langsung pindah antrian saja. Dan jangan lupa untuk jaga jarak dengan penumpang lain.

 

Setelah itu kita ambil barang bagasi, kemudian antri lagi. Ternyata antrian untuk karantina di wisma dan hotel berbeda, jadi sebaiknya kita tanyakan ke petugas yang ada di sana. Ternyata itu antrian untuk bea cukai (saya tidak paham kenapa di pisah antara wisma dan hotel), yang hotel dipersilakan duluan mungkin karena kalau sudah booking khawatir menunggu pihak penjemputan hotel kali ya, tapi ga tau juga sih. Antriannya lamaa sekali dan melelahkan, karena kita sambil membawa semua barang kita. Kenapa lama, ternyata karena petugas bea cukainya cuma seorang! Awalnya saya membatin 'ya ampun kok orang sebanyak gini petugasnya cuma seorang'. Tapi karena protes itu melelahkan, saya mengganti jadi 'ya ampun bapak yang sabar ya, harus nanganin banyak orang gini sendirian', jadi kasian sama bapaknya. Semoga kuat ya Pak. Di sini baru kita serahkan form bea cukai yang kita isi di pesawat.

 

Setelah itu kita keluar bandara, dan ada antrian lagi. Karena saya lihat antriannya cuma 1 ya udah saya mengantri di situ. Kemudian saya bingung karena ada 4 meja di depan, tapi kenapa orang2 cuma 1 baris ngantrinya. Setelah tanyakan ke petugasnya ternyata itu antrian untuk yang wisma, untuk yang hotel dipersilakan langsung ke 3 meja yang lainnya. Waduh. Jadi saya sarankan untuk tanya ke petugas antrian apa itu (kedua kalinya). Beneran antriannya membingungkan. Semoga kita bisa lebih tertib lagi oh bangsaku..

 

Sebenarnya, saya tadinya berniat ke hotel yang di alam sutera, karena dekat rumah. Tapi kata grup di facebook bisa booking on the spot, jadi ya udah saya santai saja. Ternyata yg di 3 meja itu tidak ada hotel yang saya rencanakan. Jadi saya sarankan ke teman-teman, lebih aman untuk membooking hotel terlebih dahulu, apalagi kalau ada preferensi lokasi maupun harga. Sepertinya yg on the spot di bandara jadwalnya digilir.

Okelah, saya pilih saja dari ketiga hotel itu. Hotel yang pertama, untuk paket karantina katanya 8 juta-an all in, mahal sekalii.

Kemudian saya ke meja hotel berikutnya, kali ini agak rational harganya 5 juta. Namanya Luminor Hotel, hotel bintang 3 di Taman Sari (silakan search). Paket karantina ini terdiri dari :

  • Biaya PCR
  • Makan 3x (kalau puasa 2x) diantar ke kamar
  • Laundry 3 pcs/hari
  • wifi

Alhamdulillah saya putuskan di hotel ini saja.

Setelah itu booking di tempat, pasport dan boarding pass saya diminta (boarding pass jangan sampai hilang ya), kemudian dikembalikan lagi. Saya lalu diarahkan ke bagian pengantaran ke hotel, 1 orang 1 mobil.

 

Perjalanan sekitar 30 menit menuju hotel. Ternyata hotelnya cukup bagus, tidak seperti yang saya khawatirkan. Kemudian saya check in sekitar pukul 20:30 malam. Oh ya, saya sampai di bandara sekitar pukul 17:00 lewat. Jadi lebih dari 3 jam mengalami proses hingga sampai ke hotel.

Ketika check in passport akan diminta, dan akan dikembalikan ketika check out. Hal-hal penting yang perlu diketahui :

  • makanan akan diantar ke kamar. Karena saya berpuasa, maka diantar 2 kali. Untuk sahur antara pukul 03:30-04:00, dan buka puasa sekitar pukul 17:00-17:30. Untuk porsi, jenis varian makanan, dan rasa, saya cukup puas. 
  • PCR test pertama dilakukan keesokan harinya (mungkin karena saya sampai di malam hari). PCR test kedua dilakukan 3 hari kemudian. Kemudian besoknya check out. Jadwal PCR test tidak ada dan tidak diberi tahu, jadi langsung langsung tanyakan saja ke receptionist.
  • Wifi lumayan stabil.

Overall saya cukup nyaman di hotel ini, lumayan saya rekomendasikan ke teman-teman yang mencari hotel.

 

Mungkin cukup sekian cerita saya kali ini. Semoga bermanfaat :)